Sunday, May 5, 2013

Pahlawan Revolusi Indonesia-Mayor Jenderal Pandjaitan

5. Mayor Jenderal Pandjaitan

Panjaitan.jpg

Biodata:
Nama : Mayor Jenderal Anumerta Donald Isac Panjaitan
Lahir : Balige, Tapanuli, 9 Juni 1925
Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata
Agama : Kristen

Pendidikan Formal:

- Sekolah Dasar
- Sekolah Menengah Pertama
- Sekolah Menengah Atas

Pendidkan Militer : 
-Latihan Gyugun

Pendidikan Lain:
- Kursus Militer Atase (Milat), tahun 1956
- Associated Command and General Staff College, di Amerika Serikat

Karier Militer:
- Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), tahun 1962
- Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat
- Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) II/Sriwijaya di Palembang
- Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan
- Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
- Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera
- Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi, tahun 1948
- Komandan Batalyon Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
- Anggota Gyugun Pekanbaru, Riau

Prestasi :
- Salah seorang pembentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
- Membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI

Tanda Kehormatan : 
-Pahlawan Revolusi

Keterangan: 
Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan (lahir di Balige, Sumatera Utara, 19 Juni 1925 – meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 40 tahun) adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta
Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli, 9 Juni 1925. Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk menjadi anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Ketika Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia bersama para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi TNI. Di TKR, ia pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, kemudian menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Seterusnya menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera. Dan ketika Pasukan Belanda melakukan Agresi Militernya yang Ke II, ia diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke II, Indonesia pun memperoleh pengakuan kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.
Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya telah berakhir sebagai Atase Militer, ia pun pulang ke Indonesia. Namun tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini, ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Jabatan inilah terakhir yang diembannya saat peristiwa G 30/S PKI terjadi.
Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat prestasi tersendiri atas keberhasilannya membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI. Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces). Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakan persiapan melancarkan pemberontakan

Kematian

Pada jam-jam awal 1 Oktober 1965, sekelompok anggota Gerakan 30 September meninggalkan Lubang Buaya menuju pinggiran Jakarta. Mereka memaksa masuk pagar rumah Panjaitan di Jalan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lalu menembak dan menewaskan salah seorang pelayan yang sedang tidur di lantai dasar rumah dua lantai dan menyerukan Panjaitan untuk turun ke bawah. Dua orang pemuda yaitu Albert Naiborhudan Viktor Naiborhu terluka berat saat mengadakan perlawanan ketika D.I. Panjaitan diculik, tidak lama kemudian Albert meninggal. Setelah penyerang mengancam keluarganya, Panjaitan turun dengan seragam yang lengkap sambil menyerahkan diri kepada Yang Maha Esa untuk memenuhi panggilan tugas yang dimanupalasi oleh gerombolan PKI dan ditembak mati. mayatnya dimasukkan ke dalam truk dan dibawa kembali ke markas gerakan itu di Lubang Buaya. Kemudian, tubuh dan orang-orang dari rekan-rekannya dibunuh tersembunyi di sebuah sumur tua. Mayat ditemukan pada tanggal 4 Oktober, dan semua diberi pemakaman kenegaraan pada hari berikutnya. Panjaitan mendapat promosi anumerta kepada Jenderal Mayor dan diberi gelar Pahlawan Revolusi.

No comments:

Post a Comment